
SEMUA rasa yang ada dan merasuk dalam kalbu, haruslah ada buktinya. Bukti itu, tak cukup dengan apa yang terucap dari lisan maupun kata-kata yang tergoreskan melalui guratan pena yang dibasahi tinta dan mementuk tulisan di atas kertas. Begitu pula dengan rasa cinta yang dirasa. Terutama rasa cinta yang kita rasakan terhadap Allah, Rasul-Nya, serta Agama Islam yang lurus.
Seringkali, kita berkata pada banyak orang, “Aku Mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Namun ucapan itu belumlah cukup. Haruslah ada sebuah pembuktian atas kebenarannya. Salah stu yang menjadi pembuktian akan cinta kita kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang Rasulullah perintahkan.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوني يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ اللهُ غَفُورٌ رَحيمٌ
“Katakanlah: Jika memang kamu cinta kepada Allah, maka ikutilah aku, niscaya cinta pula Allah kepada kamu dan akan diampuni Nya dosa-dosamu. Dan Allah Maha pengampun lagi Penyayang.” (1)
Memang, pembuktian cinta terkadang terasa sulit. Namun, memang itulah yang harus kita lakukan. Sebagai umat Nabi Muhammad, kita haruslah mengikuti sunnah-sunnahnya.
Begitu pola dalam kisah Nabi Ibrahim dengan keluarganya. Dari kisah-kisah Nabi Ibrahim, terlihat banyak pembuktian terhadap cinta kepada Allah.
Saat pertama kali melangkahkan kaki ke sebuah lembah yang ada di Makkah, Nabi Ibrahim meninggalkan anak serta istrinya di sana. Di sebuah tempat yang tak ada sumber air di dalamnya, apalagi pepohonan yang berbuah. Tak terbayang, ketika baru saja menerima karunia seorang putra yang telah dinanti lama sekali, beliau harus meninggalkan keduanya di tempat yang gersang tanpa ada tanda-tanda kehidupan.
Memang, pembuktian cinta terkadang terasa sulit. Namun, memang itulah yang harus kita lakukan. Sebagai umat Nabi Muhammad, kita haruslah mengikuti sunnah-sunnahnya.
Begitu pola dalam kisah Nabi Ibrahim dengan keluarganya. Dari kisah-kisah Nabi Ibrahim, terlihat banyak pembuktian terhadap cinta kepada Allah.
Saat pertama kali melangkahkan kaki ke sebuah lembah yang ada di Makkah, Nabi Ibrahim meninggalkan anak serta istrinya di sana. Di sebuah tempat yang tak ada sumber air di dalamnya, apalagi pepohonan yang berbuah. Tak terbayang, ketika baru saja menerima karunia seorang putra yang telah dinanti lama sekali, beliau harus meninggalkan keduanya di tempat yang gersang tanpa ada tanda-tanda kehidupan.
Oleh: Ahmad Yusuf Abdurrohman
0 komentar:
Posting Komentar